Serunya Seminar Literasi Berkarya Lewat Pena di Pondok Pesantren Darul Falah Ki Ageng Mbodo

Saat menyampaikan materi di Seminar Literasi Berkarya Lewat Pena pada Kamis (8/2/2024). (Dokumentasi Panitia)

Mendung menyelimuti pagi
Angin bertiup tanpa henti
Kabar telah tersebar
Bahwa dirimu telah berpulang
Betapa banyaknya orang berdatangan

Tiba waktunya untuk mengantarmu
Ke rumah kepulangan
Hujan pun turun
Menandakan suatu kesedihan

Puisi di atas, yang diberi judul Sang Ayah Berpulang, adalah karya Fatkhul Mufid, salah seorang siswa SMP Al-Hawi, peserta Seminar Literasi Berkarya Lewat Pena yang diadakan oleh Yayasan Darul Falah Ki Ageng Mbodo, Sendangsari, Toroh, Grobogan, Jawa Tengah pada Kamis (8/2/2024).

Saya, yang hari itu didaulat sebagai narasumber dalam seminar tersebut, memang meminta para peserta yang berjumlah 67 siswa putra dan putri itu membuat puisi secara spontanitas, setelah sebelumnya saya mengulas materi tentang motivasi menulis, dasar-dasar kepenulisan, dan cara asyik menulis, terutama menulis puisi.

Suasana seminar literasi yang diikuti 67 siswa putra dan putri SMP Al-Hawi. (Dokumentasi Panitia)

Saya bilang, ide menulis puisi bisa diperoleh dari imajinasi kita, perasaan yang kita rasakan, kenangan yang berkesan di masa lalu, apa yang tertangkap oleh panca indra kita, melalui peta pikiran, atau bisa pula dengan menggunakan diagram untuk memperlancar ide.

“Dengan begitu, kita bisa menulis puisi dengan mata kita sebagai kamera. Amatilah sesuatu. Misalnya saat sedang di taman atau di pantai. Amatilah dengan seksama, lalu tuliskanlah apa yang telah kalian lihat,” kata saya.

“Puisi juga acapkali berisi hal-hal yang dikenang dari masa lalu. Ingat-ingat kenanganmu yang telah lewat, lalu tulislah dalam sebuah puisi,” kata saya lagi.

Berfoto bersama dengan para peserta siswa putra (bawah) dan putri (atas) seusai seminar literasi. (Dokumentasi Panitia)

Saat menulis puisi, rima dan ritme perlu diperhatikan, sehingga sebuah puisi terasa enak dibaca, meski tak ada aturan puisi harus berima. Saat penulisan puisi, sejumlah teknik bisa digunakan. Di antaranya dengan menggunakan bahasa figuratif atau majas, yaitu cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain.

Salah satu jenis majas adalah majas metafora. Majas metafora adalah gaya bahasa yang menggambarkan suatu objek dengan perbandingan langsung dan tepat atas dasar sifat yang hampir sama atau bahkan sama. Seperti menyebut “sebagai bahan pembicaraan” dengan buah bibir atau menyebut “bulan” sebagai dewi malam.

Hampir sama dengan metafora adalah simile, yaitu dua hal yang dibandingkan untuk menghasilkan sebuah lukisan kata. Simile menggunakan kata “seperti” atau “bagaikan”. Misalnya kuat seperti banteng atau lembut seperti kapas.

Menerima piagam penghargaan sebagai narasumber yang diserahkan langsung oleh KH. M. Ghufron Mulyadi selaku pengasuh Ponpes Darul Falah Ki Ageng Mbodo. (Dokumentasi Penitia) 

Dalam kesempatan itu, saya juga menyampaikan bahwa kunci keberhasilan kita bisa menulis karya tulis yang bagus adalah musti banyak membaca. Bila kita ingin menulis puisi yang bagus, bacalah buku-buku kumpulan puisi karya penyair-penyair besar seperti Gus Mus, D. Zawawi Imron, dan WS. Rendra.  

Penulis yang baik, kata saya, adalah pembaca yang baik. Tapi tidak bisa dibalik, karena tidak semua pembaca yang baik bisa menjadi seorang penulis. Bila kalian ingin menjadi seorang penulis, selain suka membaca, kalian perlu banyak berlatih secara kontinu. “Kalau bisa kalian punya buku tulis khusus untuk kalian latihan menulis,” kata saya.

Bagi saya, menulis adalah sunnah hasanah (tradisi baik) yang diwariskan oleh para ulama kita, termasuk para ulama Nusantara. Karena itu saya berharap, dari pesantren ini lahir penulis-penulis andal yang cerdas dan brilian dengan produktivitas karya yang bisa mencerahkan umat.

Setelah menyeleksi puisi-puisi spontanitas karya peserta, saya memilih 4 karya puisi peserta, yang menurut saya, terbaik dibanding yang lain. Selain puisi Sang Ayah Berpulang karya Fatkhul Mufid, 3 puisi lainnya adalah Antara Aku dan Samudra karya Rifad Ambara Hayatul Qulub, Hari Senin yang Indah karya Ervan Maulana, dan Israk Mikraj Nabi Muhammad Saw karya Abdul Rozaq.