Menyusuri Jejak Sejarah Kampung Pande Besi Dusun Tahunan

Melihat model arit khas Dusun Tahunan di Grobogan Expo 2023. ( Badiatul M. Asti)

Grobogan kaya cerita sejarah dan budaya. Kisah-kisah lampau dan kekayaan warisan budaya mewarnai detak kehidupan masyarakatnya. Salah satunya adalah potret budaya di Dusun Tahunan, Desa Putatsari, Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan. 

Potret budaya Dusun Tahunan menjadi menarik untuk ditelisik, terutama terkait julukan sebagai “Kampung Pande Besi”. Betapa tidak, di kampung ini, ada lebih dari 300 warganya yang berprofesi sebagai pande besi. 

Kemahiran menempa besi menjadi alat-alat dapur dan pertanian seperti pisau, arit, berang, bendo, cangkul, dan lainnya, merupakan warisan kebudayaan dari leluhur mereka, yang diwariskan dari generasi ke generasi, sejak ratusan tahun lampau.

Warisan kebudayaan itu semakin kukuh dengan jejak tokoh masa lalu yang mewarnai sejarah desa. Adalah Pangeran Penatas Angin dan Empu Supo, dua sosok historis yang selalu disebut ketika membincang history Dusun Tahunan berikut kemahiran warganya dalam menempa besi. 

Siapakah gerangan Pangeran Penatas Angin dan Empu Supo?

Bangsawan dari Kerajaan Goa

Berbincang santai dengan Kepala Desa Putatsari, Marno (berkaos merah) dan Mas Saiful Anam. (Badiatul M. Asti)

Saat berkunjung ke Dusun Tahunan pada Jumat (25/8/2023) lalu, oleh Akhmad Turkhamun (33) atau saya biasa menyapanya Mas Kamun—pande besi muda dari Dusun Tahunan yang saya kenal karena keaktifannya di event-event UMKM Kabupaten Grobogan, saya dipertemukan dengan Saiful Anam (40)—kiai muda Dusun Tahunan.

Dari kiai muda itu, saya mendapatkan cerita tentang sosok Pangeran Penatas Angin. Sesuai penuturan Mas Saiful—begitu kemudian saya menyapanya—Pangeran Penatas Angin adalah bangsawan dari Kerajaan Gowa di Makassar. 

Nama aslinya Daeng Mangemba Nattisoang. Dijuluki “Pangeran Penatas Angin” karena kemampuan navigasinya yang hebat, sehingga mampu "menyelamatkan" setiap kapal yang ditumpanginya saat diterjang badai di tengah lautan.

Suatu saat, Pangeran Penatas Angin memutuskan hijrah ke Demak untuk berguru kepada Sunan Kalijaga. Setelah mampu melewati “ujian” dari Sunan Kalijaga, Pangeran Penatas Angin pun akhirnya diterima menjadi murid Sunan Kalijaga. Ia kemudian mengabdi di Kesultanan Demak.

Berfoto dengan latar Makam Syekh Maulana Penatas Angin. (Badiatul M. Asti)

Bertahun kemudian, saat kemelut perebutan takhta Kesultanan Demak, Pangeran Penatas Angin memilih uzlah ke sebuah tempat yang kelak disebut “Dusun Tahunan”. Nama “Tahunan” konon berasal dari waktu uzlah Pangeran Penatas Angin yang hingga bertahun-tahun lamanya. 

Menurut Mas Saiful, Pangeran Penatas Angin berada di Tahunan hingga akhir hayatnya selama kurang lebih 17 tahun. Pangeran Penatas Angin wafat pada usia 90 tahun dan salah satu versi menyebutkan, makam Pangeran Penatas Angin berada di Kompleks Pemakaman Gedong di Dusun Tahunan, Desa Putatsari, Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan.

Empu Supo dan Kemahiran Menempa Besi

Selain Pangeran Penatas Angin, sosok lain yang selalu disebut saat membincang Dusun Tahunan, terutama terkait dengan kemahiran warganya membuat alat-alat dapur dan pertanian, adalah sosok historis bernama Empu Supo.

Empu Supo adalah murid sekaligus adik ipar Sunan Kalijaga, karena dalam riwayat, Empu Supo disebutkan menikah dengan Dewi Roso Wulan—adik kandung Sunan Kalijaga. Dalam buku-buku sejarah disebutkan, Empu Supo masyhur sebagai seorang empu yang mahir membuat keris pusaka.

Paron dan palu yang diyakini milik Empu Supo. (Badiatul M. Asti)

Sayangnya, jejak Empu Supo di Dusun Tahunan tak bisa dieksplor lebih dalam. Mas Saiful sendiri, sejauh ini belum bisa menceritakan lebih detail terkait jejak Empu Supo di Dusun Tahunan. Apalagi bila dikaitkan dengan kelindan waktu saat Pangeran Penatas Angin berada di Dusun Tahunan. 

Namun, cerita tutur turun-temurun, menyebutkan bahwa sosok Empu Supo hampir selalu dikaitkan dengan warisan kemahiran masyarakat Dusun Tahunan dalam memproduksi alat-alat dapur dan pertanian.

Saat diajak oleh Mas Kamun dan Mas Saiful berkunjung ke rumah salah seorang tetua pande besi di Dusun Tahunan bernama Wargono (71), saya diperlihatkan sebuah paron (landasan untuk menempa besi) dan palu (alat untuk menempa besi) kuno yang konon merupakan milik Empu Supo yang diwariskan turun-temurun. Paron itu meski tidak besar, tapi cukup berat, mencapai sekitar 15 kg.

Prototip Alat Dapur dan Pertanian Khas Tahunan

Berbincang santai di teras rumah Mbah Wargono. (Badiatul M. Asti)

Di teras rumah Mbah Wargono—begitu kemudian saya menyapanya, kami duduk melingkar. Selain saya, Mas Kamun, Mas Saiful, dan Mbah Wargono, ada juga Mas Taufiq—putra Kepala Desa Putatsari, Mas Udin—adik Mas Saiful yang menulis ulang naskah Riwayat Pengeran Penatas Angin karya Supriyo Syakip dari Demak, dan Mas Farid—cucu Mbah Wargono.

Kami banyak membincang tentang jejak sejarah dan potret pande besi di Dusun Tahunan. Perbincangan yang gayeng karena ditemani teh hangat dan pisang goreng.

Dari Mbah Wargono, saya mendapatkan pengetahuan ikhwal prototip (model, wangun) alat-alat dapur dan pertanian khas Dusun Tahunan. Misalnya ada model arit yang disebut dengan istilah ngembang turi sumba keplayu. Ada juga arit dengan model nggagang terong ngembang turi tuwa

Ada pula model arit mbatuk banyak semar ndodok yang biasanya berfungsi untuk merajang tembakau. Selain itu, ada juga arit untuk merajang tembakau dengan model tikus mogok.

 

Alat-alat dapur dan pertanian produksi pande besi Dusun Tahunan. (Badiatul M. Asti)

Cangkul produksi pande besi Dusun Tahunan juga punya model tersendiri yang khas, yaitu yang disebut dengan istilah pacul krenyeh dan pacul terek. Pacul krenyeh memiliki ciri leburan baja cor anti lengket di dekat mata pacul. Baja cor di dekat mata pacul itu juga berfungsi menambah kekuatan sehingga pacul tidak gampang mleyot

Adapun pacul terek adalah pacul yang mata paculnya disambung dengan baja dengan tujuan menambah ketajaman.

Secara umum, menurut Mas Saiful, produk-produk alat dapur dan pertanian di Dusun Tahunan lazim disebut dengan istilah isen (isian), yaitu sebuah teknik pembuatan alat dapur dan pertanian dengan memadukan baja kualitas tinggi yang dilebur dengan besi konvensional, sehingga menghasilkan produk berkualitas tinggi dari segi fungsi dan estetika. Produknya juga mudah diasah dan awet tajam.   

Menggagas Desa Wisata

Dengan segenap potensi yang dimiliki Dusun Tahunan, kampung ini memiliki atraksi (daya tarik) yang bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata desa berbasis sejarah, budaya, dan edukasi. 

Seorang warga Dusun Tahunan sedang melakukan aktivitas pande besi. (Badiatul M. Asti)

Pertama; wisata sejarah karena di tempat ini terdapat makam sosok-sosok penting dalam sejarah. Selain makam Pangeran Penatas Angin atau Syekh Maulana Penatas Angin, juga ada makam tokoh-tokoh lainnya seperti Syekh Kafrawi P. Kusumoyudho, Pangeran Delimas, Pangeran Sosro Kusumo Atmojo, dan lainnya. 

Kedua; 300-an lebih warga Dusun Tahunan yang berprofesi sebagai pande besi bisa menjadi potensi atraksi wisata desa yang cukup magnetis. Wisatawan bisa melihat geliat warga menempa besi, membuat ala-alat dapur dan pertanian.

Ketiga; wisata edukasi dengan membuat museum yang berisi narasi jejak sejarah Dusun Tahunan  dan model-model alat-alat dapur dan pertanian khas Dusun Tahunan.

Ternyata, gagasan wisata desa itu, sudah menjadi visi dan impian Kepala Desa Putatsari, Marno, yang sempat menemui dan berdiskusi dengan saya terkait pengembangan desa wisata di kampung yang dipimpinnya itu. Gagasan itu, saat ini on progress. Secara bertahap sedang dalam proses realisasi dan eksekusi. 

Semoga dimudahkan dan dilancarkan. Aamiin ya Rabbal’alamiin