Ternyata Lele Haram Dikonsumsi?


Saya pernah mendengar ada kalangan yang mengharamkan ikan lele karena termasuk ikan yang tidak bersisik. Mohon penjelasannya
, terima kasih.

Lele adalah sejenis ikan yang hidup di air tawar. Lele mudah dikenali karena tubuhnya yang licin tak bersisik, agak pipih memanjang, serta memiliki "kumis" yang panjang, yang mencuat dari sekitar bagian mulutnya.

Sebagai ikan konsumsi, lele disukai banyak orang. Sebagian jenis lele telah dibudidayakan, selain masih dijumpai ditangkap dari populasi liar di alam. Lele termasuk ikan yang dijadikan olahan makanan yang sangat populer. Pecel lele adalah kuliner yang sudah merakyat dan dikenal sebagai masakan khas Jawa. Pecel lele terdiri dari ikan lele yang digoreng, lalu disajikan dengan sambal tomat dan lalapan. Lalapannya biasa terdiri dari kemangi, mentimun, dan kubis atau kol.

Tapi, benarkah mengonsumsi ikan lele haram dengan alasan termasuk ikan yang tidak bersisik?

Sejauh yang saya tahu, pengharaman mengonsumsi ikan lele karena termasuk ikan yang tidak bersisik berasal dari kalangan Syiah. Sayyid M.H. Thabathaba’i (ulama Syiah) dalam buku berjudul Inilah Islam: Upaya Memahami Seluruh Konsep Islam Secara Mudah (1992)  menyatakan, “Dari binatang-binatang laut dan air tawar, hanya burung-burung air dan ikan yang bersisik saja yang boleh dimakan. Binatang-binatang yang lain seperti belut, ikan kaviar, kura-kura, anjing laut, dan ikan lumba-lumba, tidak boleh dimakan.”

Lele termasuk ikan yang tidak bersisik, karena itu termasuk ikan yang diharamkan oleh kalangan Syiah. Soal haramnya lele, salah seorang tokoh Syiah di Indonesia, almarhum Jalaluddin Rakhmat, dalam buku Jalaluddin Rakhmat Menjawab Soal-soal Islam Kontemporer (1999) menyatakan, “Hewan-hewan air yang tidak bersisik, seperti lele, tidak boleh dimakan. Saya sekarang tidak memakan ikan lele padahal dulu kesenangan saya. Cumi-cumi tidak bersisik. Ikan-ikan yang tidak bersisik, menurut mazhab Ja’fari, haram.”

Namun kaedah pengharaman itu tidak dikenal dalam literatur ahlussunnah. Ulama-ulama ahlussunnah sepakat akan halalnya semua ikan yang hidup di air. Mereka hanya berbeda pendapat terkait hewan air yang tidak berwujud ikan sebagaimana yang dikenal seperti babi laut, anjing laut, kuda laut, dan sebagainya.

Para ulama mazhab Hanafi, Imam Ahmad, dan para ulama mazhab Syafi’i dalam sebuah riwayatnya berpendapat bahwa hanya ikan saja yang halal dikonsumsi di antara binatang laut. Dan diharamkan semua jenis binatang yang tidak memiliki kesamaan bentuk dengannya. 

Namun mayoritas ulama, antara lain para ulama mazhab Maliki dalam sebuah pendapat yang mereka unggulkan, para ulama mazhab Syafi’i dalam salah satu pendapat yang mereka nilai shahih, para ulama mazhab Hambali dalam sebuah pendapatnya yang mereka nilai shahih, dan Laits bin Sa’ad, berpendapat bahwa semua binatang laut boleh dikonsumsi. Semua yang hanya hidup di air, jika sudah mati, tetap halal dalam keadaan apapun.

Menurut mayoritas ulama, sebutan “ikan” disandangkan pada semua yang hanya hidup di air, termasuk anjing laut, babi laut, bahkan orang laut, dan sebagainya. Semuanya adalah ikan dengan jenis yang beraneka ragam. Jadi, binatang laut yang diharamkan hanyalah yang membahayakan kesehatan, seperti ikan yang beracun dan sebagainya.

Allahu yarham Syekh Yusuf Qardhawi dalam salah satu kitab magnun opus-nya, Halal dan Haram dalam Islam menjelaskan, binatang laut –yakni binatang yang hidup dalam air—semuanya halal, di mana pun dia berada, baik yang diambil dari dalam air dalam keadaan hidup maupun sudah menjadi bangkai, baik terapung maupun tidak terapung, baik berupa ikan maupun binatang lain seperti anjing laut, babi laut, atau lainnya, terlepas apakah yang menangkapnya itu muslim ataupun non-muslim.

Lebih jauh Syekh Yusuf Qardhawi menyatakan, Allah memberikan keleluasaan kepada hamba-hamba-Nya dengan memperbolehkan semua binatang laut, tanpa mengharamkan suatu jenis tertentu, dan tanpa mensyaratkan penyembelihan seperti halnya binatang lainnya. Bahkan Allah menyerahkan sepenuhnya kepada manusia untuk membunuh dan mempergunakannnya sesuai dengan keperluannya, dengan tidak menyakitinya sedapat mungkin. Allah berfirman: “Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan).” (QS. An-Nahl: 14).

Firman-Nya lagi: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.” (QS. Al-Maidah: 96).

Syekh Yusuf Qardhawi menegaskan, Allah memberlakukan firman-Nya ini secara umum dan tidak ada yang dikhususkan sama sekali.

Allahu yarham Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dalam kitab magnun opus-nya, Kitab Sabilal Muhatadin, menjelaskan, “Semua binatang air ialah yang tidak hidup terkecuali di dalam air, maka halal dimakan atau juga dapat hidup di darat tetapi tidak lama, baik dari jenis ikan seperti yang sudah dikenal atau lainnya, baik dagingnya timbul atau tenggelam, sekalipun bentuknya menyerupai binatang darat yang haram dimakan seperti bentuk anjing, babi, dan sebagainya. Maka, halal dimakan tanpa melihat kepada cara matinya, terkecuali kalau mempunyai racun seperti ikan buntal atau merusak kesehatan, baik tubuh atau akal.”

Dari uraian di atas, menjadi jelas bahwa lele termasuk jenis ikan yang hidup di air, yang karenanya status hukumnya halal dikonsumsi. Wallahu a’lam.

*Pertanyaan seputar Fikih Kuliner, silahkan dikirim melalui WhatsApp: 081347014686.