Mengapa Swike Haram?

Swike, olahan berprotein katak dari tradisi kuliner Tionghoa. (Istimewa)

Di kota kami, Purwodadi, Kabupaten Grobogan, kuliner swike yang terbuat dari olahan daging katak sudah menjadi se
macam ikon daerah dan populer di mana-mana. Meski banyak warga Grobogan sendiri agak risih karena daging katak itu hukumnya haram menurut syariat Islam. Mohon dijelaskan mengapa katak diharamkan dalam Islam? Terima kasih.

Swike memang merupakan olahan dari katak yang telah populer di kota Purwodadi sejak lebih dari seratus tahu lalu. Sejumlah sumber menyebutkan, kuliner swike diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang menetap di Purwodadi, karena daging katak termasuk protein hewani yang dihargai dalam tradisi kuliner Tionghoa.

Kuliner ini terkendala persoalan teologis. Secara fiqh, daging katak memang diyakini keharamannya oleh sebagian besar umat Islam di kota Purwodadi, sehingga masyarakat Purwodadi sendiri menerima dengan setengah hati kuliner swike ini.

Kabar baiknya adalah bahwa masyarakat Grobogan kini telah mulai memperkenalkan swike dengan olahan dari daging halal seperti ayam dan entog. Karena ternyata, swike ayam atau swike entog tak kalah lezat dengan swike yang berproteinkan daging katak. Meski secara tata nama sangat rancu, karena “swike” sendiri sebenarnya berarti katak.

Terkait mengapa katak diharamkan dalam syariat Islam, ada sejumlah dalil yang dikemukakan. Ada yang menyatakan bahwa katak diharamkan karena termasuk hewan yang hidup di dua alam (air dan darat). Ada juga yang menyatakan karena daging katak itu khabits (buruk).

M. Masykur Khoir dalam Risalah Hayawan menyatakan, “Binatang yang hidup di darat dan di air masuk kategori binatang amfibi, seperti katak, buaya, ular, penyu, kepiting, dan lain-lain. Menurut para ulama, daging dari binatang jenis amfibi itu kotor, oleh sebab itu hukumnya haram.”

Dalil valid lain terkait pengharaman daging katak adalah karena adanya larangan membunuh katak dari Rasulullah Saw.

“Dari Abdurrahman bin Utsman Al-Quraisyi ra bahwa ada seorang tabib bertanya kepada Rasulullah Saw tentang katak yang dijadikan obat. Lalu beliau melarang membunuhnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i).

Hadits ini menjadi hujjah (dalil) haramnya membunuh katak. Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulus Salam menyatakan bahwa dari hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa haram memakan katak; karena kalau halal, tentu boleh dibunuh.

Imam Syafi’i dan pengikutnya berkata, “Sesuatu yang dilarang dibunuh, diharamkan untuk dikonsumsi. Sebab, andaikata dihalalkan, tidak dilarang untuk dibunuh. Sebaliknya, sesuatu yang diperintahkan untuk dibunuh, berarti haram (pula) dikonsumsi. Sebab, andaikata dihalalkan, tentulah tidak diperintahkan untuk dibunuh.”

Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu menyatakan, adapaun katak, jumhur ulama selain Malikiyah (mazhab Maliki) menyatakan hukumnya tidak halal. Dalilnya didasarkan pada adanya larangan dari Rasulullah Saw untuk membunuh katak. Sehingga jika ia memang halal dimakan, niscaya beliau tidak akan melarang membunuhnya. Sementara mazhab Maliki menghalalkan makan katak karena tidak adanya dalil atau nash yang menyatakannya terlarang.

Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama lain, serta pendapat yang shahih dari mazhab Syafi’i.

Dengan demikian menjadi jelas mengapa swike dihukumi haram oleh jumhur ulama. Tidak sekadar alasan bahwasannya katak termasuk kategori binatang amfibi dan dipandang khabits, melainkan juga karena adanya larangan membunuh katak dari Rasulullah Saw. Wallahu a’lam.

*Pertanyaan seputar Fikih Kuliner, silahkan dikirim melalui WhatsApp: 081347014686.