Mengenal Eko Supa, Pelukis Karikatur Kelas Dunia dari Grobogan

Eko Supa, seniman lukis karikatur dari Grobogan. (Wahyu K)

Tubuhnya gemuk. Kalau bicara pelan. Saya bertemu dengannya saat menghadiri kegiatan Nggambar Bareng Palipuro di Alun-alun Purwodadi akhir bulan Mei 2022 lalu. Sembari menggoreskan kuas ke media gambar di depannya, ia meladeni saya berbincang.

Nama lengkapnya Eko Suparyanto, namun di panggung lukis yang digelutinya, ia populer dengan nama Eko Supa. Pria kelahiran Grobogan, 2 April 1982 ini memang dikenal sebagai seorang pelukis, spesialis karikatur. Bukan sekelas pelukis temeh-temeh, tapi lukisannya sudah menjelajah dari pameran-pameran berkelas, lokal, regional, nasional, hingga internasional.  

Minatnya di bidang seni lukis sudah sejak  dari kecil. Tapi mulai menekuni dunia seni lukis secara profesional sejal lulus dari SMA  PGRI Purwodadi. Ia bertolak ke Jogjakarta untuk belajar seni lukis secara lebih intens.

Di Kota Gudeg itu, ia belajar seni lukis dari para pelaku seni rupa di sepanjang Jalan Malioboro. Jogjakarta rupanya membuatnya betah berlama-lama menimba ilmu dan menekuni dunia seni lukis. Setidaknya tercatat tujuh tahun ia tinggal di Jogjakarta sejak tahun 2002 hingga 2009.

Di Jogjakarta itulah kemampuan seni lukisnya terasah dengan baik. Ia ikut pameran demi pameran dan percaya diri menjual lukisannya. Lukisan pertamanya berupa gambar harimau terjual Rp 750 ribu.

Eko Supa pun semakin mantap menapaki profesi sebagai seorang seniman lukis. Berbagai aliran seni lukis pernah ia pelajari dan tapaki. Mulai dari aliran realis, naturalis, ekspresif, impresif, dan lain-lain. Hingga kemudian ia memantapkan diri cenderung memilih seni lukis gaya karikatur—yaitu seni lukis yang menggambarkan suatu objek konkret dengan cara melebih-lebihkan ciri khas objek tersebut.

Pameran Tunggal

Setelah aktif mengikuti sejumlah pameran, Eko Supa menjadi lebih percaya diri, ia pun menghelat pameran tunggal. Pameran tunggal pertamanya diadakan di Galeri Hadiprana Jakarta tahun 2009 dengan mengusung tema “Orde Batik” yang menggambarkan tokoh-tokoh internasional dalam busana batik. 

Pameran tunggal itu nampaknya menjadi titik balik bagi Eko Supa untuk menunjukkan reputasinya sebagai seorang seniman lukis berkelas. Tahun 2010, lukisannya menjadi finalis Jakarta Art Awards dan Indonesia Art Awards. Tahun-tahun berikutnya secara beruntun, yaitu tahun 2011, 2012, dan 2015, lukisannya menjadi finalis UOB Painting of the Year Indonesia, menyisihkan ribuan lukisan yang dikompetisikan.

Lukisan bertajuk "Spirit Selendang" karya Eko Supa

Tahun 2018, lukisannya bertajuk “Spirit Selendang” termasuk yang dipamerkan dalam Pameran Temporer Museum Basoeki Abdullah bertema “Spirit Potret”. Pada pameran itu, Eko Supa bersama sekitar 30 seniman lukis se-Indonesia—yang lukisannya terpilih, diminta untuk melukis  karya maupun karakter Basoeki Abdullah dengan eksplorasi sesuai aliran dan imajinasi masing-masing.

Saat itu Eko Supa membuat lukisan karikatur yang menggambarkan Basoeki Abdullah masuk ke dalam lukisan “Jaka Tarub”—sebuah lukisan yang pernah dibuat oleh Basoeki Abdullah berdasarkan cerita rakyat tentang Jaka Tarub dan 7 Bidadari. 

Dalam lukisannya, Eko Supa menggambarkan karakter Basoeki Abdullah yang mengambil selendang bidadari, sehingga karya lukisannya itu diberi tajuk “Spirit Selendang” dan terpajang di katalog galeri tersebut. 

Satu Lukisannya Terjual Rp 35 Juta

Setelah malang melintang di Jogjakarta, Eko Supa harus pulang ke kampung halamannya di Kota Purwodadi. Ia pulang karena harus menunggui ibunya. Namun, hal itu tak membuatnya lantas vakum dari dunia lukis. Ia tetap produktif. Hingga saat ini, Eko Supa masih terus aktif sebagai pelukis bebas yang mengolah karakter karikatural tokoh-tokoh dunia.

Apalagi dunia seni lukis boleh dibilang sudah menyatu dalam hidup dan kehidupannya. Seni lukis menjadi mata pencahariannya. Sepanjang karir sebagai seniman lukis, Eko Supa mengaku, satu lukisannya pernah terjual hingga seharga Rp 35 juta.

Menurutnya, itu belum seberapa dibanding pelukis-pelukis lainnya yang sudah lebih tersohor yang bisa mencapai ratusan juta rupiah untuk satu buah lukisan. Namun ia tetap bersyukur dengan apa yang telah dicapainya hingga seperti sekarang.

Bulan Desember 2018, ia bersama dua seniman lukis Purwodadi lainnya, yaitu Didik Budiarto dan Andi Kebo, membidani lahirnya sebuah komunitas seniman lukis Purwodadi bernama Palipuro yang merupakan kepanjangan dari “Perkumpulan Pelukis Purwodadi Grobogan”. 

Ia berharap, lahirnya komunitas ini menjadikan seniman lukis Grobogan lebih memiliki pengaruh di kancah seni lukis nasional maupun internasional, serta memiliki kontribusi bagi citra positif daerah.

Simak video perbincangan saya dengan Eko Supa di rumahnya di daerah Kebondalem, Purwodadi, Grobogan: