10 Kuliner Khas Grobogan versi Kang Asti

 

Saya (dua dari kiri) saat menjadi narsum Festival Kuliner Podcast di Festival Kuliner di Swalayan Luwes Purwodadi pertengahan April 2022 lalu. (Agus Wibowo)

Apa kuliner khas Grobogan? Bila pertanyaan ini diajukan sebelum tahun 2000, boleh jadi jawabannya hanya satu: swike. Tapi bila pertanyaan itu diajukan setelahnya, alternatif jawabannya menjadi lebih banyak.

 Era media sosial, utamanya facebook, telah  merevolusi banyak hal, termasuk lalu lintas informasi yang berlangsung sangat cepat. Banyak hal yang mengemuka setelah diunggah di media sosial. Viral adalah sebuah istilah yang ngetren di era media sosial. Sebuah postingan menjadi viral bila menarik minat publik, dibagikan berkali-kali,  dan menjadi trending topic alias pembicaraan hangat.

Selain akun pribadi, saat itu saya juga membuat sebuah akun facebook bernama “Grobogan Corner“. Sejujurnya, pemantik pembuatan akun ini adalah untuk mengimbangi sebuah akun facebook bernama Peduli Grobogan Yuk (sering disingkat PGY) yang getol membuat postingan terkait dugaan korupsi di lingkaran birokrasi Kabupaten Grobogan.

Membaca postingan-postingan PGY setiap hari, memberi impresi kuat seolah Grobogan itu isinya hanyalah kebobrokan para pejabatnya—seolah tak ada hal positif yang bisa dibanggakan. Meski sesungguhnya PGY juga memosting pelbagai potensi lokal Grobogan, namun postingan-postingan itu seperti tenggelam oleh gencarnya sang admin mengekspose  dugaan perilaku korup pejabat Grobogan.

Nah, akun Grobogan Corner (biasa disingkat GC) saya proyeksikan sebagai akun penyeimbang yang mengekspose pelbagai potensi lokal Grobogan dan mengangkat isu-isu positif, inspiratif, dan konstruktif terkait Grobogan—meski terkadang juga menyelipkan kritik. Di akun GC, saya memosting pelbagai potensi lokal Grobogan dari berbagai bidang, sejak produk UMKM, kuliner khas, hingga jejak sejarah, budaya, dan tokoh, serta lainnya.

Publikasi nasi becek khas Grobogan yang saya lakukan, salah satunya dimuat di Koran Muria, edisi Minggu, 30 November 2014.

Di bidang kuliner utamanya saya mencoba menggali kuliner-kuliner khas yang selama ini “tersembunyi” karena tiadanya publisitas atau tenggelam oleh citra swike yang sudah telanjur menghegemoni—sehingga merasuk ke alam pikir khalayak bahwa kuliner khas Grobogan ya swike. Ketika itu mulai saya publish becek, garang asem, sega pager (saat itu masih bernama sega janganan), sega pecel gambringan, mi tek-tek, dan nasi jagung.    

Tidak hanya melalui facebook, saya juga gencar mem-publish kuliner Grobogan selain swike melalui koran lokal yang saat itu masih banyak yang terbit dan beredar, seperti Koran Muria, Suara Merdeka, dan Jawa Pos Radar Kudus.

Saat itu, yang saya push adalah becek yang saat itu memang mulai populer dan saya proyeksikan bisa ‘menyaingi’ hegemoni dan popularitas swike.  Saya ikut membantu mem-publish secara masif warung makan yang menyediakan menu becek.

Beberapa warung makan yang saya push antara lain Warung Makan Mbak Mun Godong—sayang, warung ini sekarang sudah tutup; dan Warung Sedep Yanto Ganjar Getasrejo—yang menyediakan menu becek kerbau dan saat ini masih eksis bahkan makin ramai pelanggannya.

Di Suara Merdeka saya menulis artikel opini berjudul Alternatif Kuliner Grobogan, dimuat di rubrik Wacana Lokal edisi Jumat, 31 Oktober 2014. Pada tulisan ini saya memperkenalkan dua kuliner Grobogan yang bisa di-branding menjadi ikon kuliner Grobogan selain swike, yaitu becek dan nasi pecel gambringan. 

Saya (paling kanan) saat menjadi narasumber pada diskusi "Membranding Kuliner Grobogan" di Alun-alun Purwodadi pada tahun 2015 lalu.

Alhamdulillah, tahun 2015, Komunitas Pelestari Budaya Grobogan (KPBG) menghelat acara Festival Kuliner Grobogan di Alun-alun Purwodadi. Saya ikut diundang menjadi narasumber dalam sesi diskusi “Membranding Kuliner Grobogan” pada festival tersebut, bersama anggota DPD RI ketika itu, Dr. Bambang Sadono. Setelah diskusi, dihelat makan nasi becek bersama.

Publisitas yang masif pelbagai kuliner Grobogan, utamanya becek, secara perlahan menampakkan hasilnya. Kini, di seantero Grobogan sudah banyak sekali warung makan yang menyediakan menu becek. Bahkan saat menjadi narasumber Festival Kuliner yang dihelat oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Grobogan x Sinergi Production pada 16 April 2022 di Swalayan Luwes Purwodadi, saya menyatakan bahkan becek saat ini sudah mengalami diversifikasi.

Becek yang awalnya menggunakan iga sapi, kini sudah berkembang menjadi becek kerbau, becek ayam, becek kambing, bahkan becek ikan nila. Tentu hal itu merupakan eksperimentasi dan perkembangan yang sangat bagus yang perlu didukung oleh berbagai pihak, terutama oleh dinas terkait.


Di acara festival tersebut, juga saya sampaikan 10 kuliner khas Grobogan hasil riset saya, yaitu swike, becek, garang asem, ayam pencok atau ayam panggang bledug, nasi jagung, sega pager (sega janganan), sega pecel gambringan, lempok, mi tek-tek, dan lontong pecel sayur.

Daftar ini akan bertambah bila kita memasukkan kuliner jenis kudapan khas Grobogan seperti yangko Godong, sale pisang, emping jagung, marning, kue semprong, dan keripik tempe.

Jadi, betapa kayanya Grobogan akan khazanah kuliner khasnya. Kuliner Grobogan tidak melulu swike. Itu belum culinary heritage-nya yang juga banyak dijumpai di sejumlah wilayah di Kabupaten Grobogan. Insya Allah kita bahas di tulisan mendatang.