Kangasti ID
Dukung Persipur, PRG Serahkan Donasi Rp 25 Juta

Dukung Persipur, PRG Serahkan Donasi Rp 25 Juta

 

Penyerahan donasi Rp 25 juta secara simbolis dari PRG kepada Ketua Askab PSSI Grobogan, Ir. HM. Nurwibowo. (Foto: dokumentasi BMA)

Paguyuban Rantau Grobogan (PRG)—sebuah organisasi yang mewadahi para perantau asal Grobogan, memberikan donasi sejumlah Rp 25 juta kepada klub sepak bola asal Grobogan Persipur (Persatuan Sepak Bola Indonesia Purwodadi).

 

Donasi diberikan sebagai wujud dukungan penuh PRG kepada kemajuan klub sepakbola yang berdiri sejak tahun 1969 itu. Donasi diserahkan oleh Wakil Ketua Pengurus Pusat PRG Jiyanto didampingi Waka Humas PRG Badiatul Muchlisin Asti serta disaksikan oleh sejumlah pengurus PRG lainnya. Penyerahan di sela laga uji tanding antara Laskar Petir—julukan Persipur di Liga 3 Jateng—melawan PSIK Klaten  pada Sabtu (17/9/2022) sore di lapangan Stadion Krida Bhakti Purwodadi. Donasi diterima langsung oleh Ketua Askab PSSI Grobogan, Ir. HM. Nurwibowo.

 


Selain PRG, pada kesempatan itu juga terdapat sejumlah lembaga yang memberikan dukungan donasi kepada Persipur, antara lain RM. Noroyono, PT.  Semen Grobogan, dan lainnya.  

 

Wakil Ketua PRG Jiyanto seusai menyerahkan donasi menyatakan, donasi merupakan wujud dukungan dan kepedulian PRG terhadap kemajuan Persipur. Dalam kesempatan itu, pihaknya juga mengucapkaan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. H. Ady Setiawan, SH, MH, MM, MT selaku salah seorang pembina PRG yang telah memberikan donasi melalui PRG.

 

“Saya berharap, ini bisa menjadi pendorong bagi organisasi yang lain untuk melakukan hal yang sama. Sehingga ke depan Persipur bisa lebih maju dan benar-benar bisa menjadi klub sepak bola kebanggaan warga Kabupaten Grobogan,” tutur Jiyanto.  

 

*Badiatul Muchlisin Asti, Penulis, Jurnalis Warga, dan Waka Humas PRG. Buku terbarunya berjudul “Riwayat Kuliner Indonesia”

 


Laela Nurisysyafa’ah, Guru RAIT Ilma Nafia Godong, Raih Juara 1 Lomba Karya Tulis Tingkat Kabupaten Grobogan

Laela Nurisysyafa’ah, Guru RAIT Ilma Nafia Godong, Raih Juara 1 Lomba Karya Tulis Tingkat Kabupaten Grobogan

 

Laela Nurisysyafa'ah (tengah) dari RAIT Ilma Nafia Godong ditetapkan sebagai Juara 1 Lomba Karya Tulis Nyata (KTN) yang diadakan oleh PD IGRA Kabupaten Grobogan pada Kamis (8/9/2022). (Foto: istimewa)

Laela Nurisysyafa’ah, S.Psi, salah seorang guru RAIT Ilma Nafia Godong, pada Kamis (8/9/2022) berhasil meraih juara 1 dalam Lomba Karya Tulis Nyata (KTN) tingkat RA/BA se-Kabupaten Grobogan yang digelar oleh Pimpinan Daerah (PD) Ikatan Guru Raudlatul Athfal (IGRA) Kabupaten Grobogan. Lomba diadakan di gedung RA Darul Mubtadiin Dusun Gebangan, Desa Putat, Kecamatan Purwodadi, dalam rangkaian APGURAINDO (Apresiasi Guru Raudlatul Athfal Indonesia).

Buku Riwayat Kuliner Indonesia Diluncurkan, Kupas Sejarah Kuliner Ikonik Indonesia

Buku Riwayat Kuliner Indonesia Diluncurkan, Kupas Sejarah Kuliner Ikonik Indonesia

 

Saya [paling kanan], saat memaparkan buku Riwayat Kuliner Indonesia yang saya luncurkan. (Foto: Wahyu K)

Pada hari Selasa (23/8/2022) lalu, saya meluncurkan buku terbaru saya yang berjudul “Riwayat Kuliner Indonesia (Seri 1): Asal-usul, Tokoh, Inspirasi, dan Filosofi” di Rumah Kreatif Grobogan (RKG), Jalan DI Panjaitan, Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah. Acara peluncuran dihadiri teman-teman dekat dari sejumlah tokoh budaya, pelaku wisata, penggiat ekonomi kreatif, pengusaha kuliner, pegiat literasi, content creator, dan lainnya.

Tujuh Kuliner Grobogan Masuk di Buku Riwayat Kuliner Indonesia

Tujuh Kuliner Grobogan Masuk di Buku Riwayat Kuliner Indonesia

 


Badiatul Muchlisin Asti [paling kanan] dalam launching buku karyanya berjudul Riwayat Kuliner Indonesia (Seri 1) di Rumah Kreatif Grobogan pada Selasa [23-8-2022]. (Foto: Wahyu K)

Sebanyak tujuh kuliner khas Grobogan masuk ke dalam buku berjudul Riwayat Kuliner Indonesia (Seri 1): Asal-usul, Tokoh, Inspirasi, dan Filosofi yang diterbitkan oleh penerbit Hanum Publisher. Ketujuh kuliner tersebut adalah ayam pencok Kuwu, garang asem, sega pager, pecel Gambringan, becek, swike, dan mi tek-tek Nunjungan.   

 

Yasmina Peduli x RAIT Ilma Nafia Godong Adakan Santunan Anak Yatim

Yasmina Peduli x RAIT Ilma Nafia Godong Adakan Santunan Anak Yatim

Berfoto bersama dengan perwakilan anak yatim yang disantuni. (Foto: Wahyu K)

Dalam rangka menyemarakkan bulan Muharram 1444 H, Yasmina Peduli dan Raudlatul Athfal Islam Terpadu (RAIT)  Ilma Nafia Godong mengadakan acara santunan anak yatim di serambi Masjid Al-Barokah Desa Bugel, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan pada Sabtu (6/8/2022). Selain dihadiri para siswa, para orangtua wali murid juga banyak yang hadir dalam acara tersebut.  

 

Spesial pada acara santunan tersebut, dihadirkan juru kisah nasional dari Semarang, Kempho Antaka. Kempho Antaka—atau yang biasa disapa Kak Kempho, dalam kesempatan tersebut menceritakan peristiwa hijrah Nabi Muhammad dengan sahabatnya Abu Bakar.

 

Kak Kempho Antaka saat berkisah dengan memadukan cerita dan gambar. (Foto: Wahyu K)

Selain dalam bentuk cerita, Kak Kempho juga memadukannya dengan menggambar secara langsung. Sehingga selain menghibur, seluruh yang hadir—baik orangtua maupun anak-anak—dapat memaknai dan memahami rangkaian peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dengan baik.

 

Kepala RAIT Ilma Nafia Godong, Laela Nurisysyafa’ah, S.Psi berharap, ke depan acara santunan bisa diadakan lebih semarak lagi. “Lebih banyak lagi anak yatim yang disantuni, lebih banyak lagi juga yang diundang agar semakin meriah,” tuturnya.

 

Tonton video full cerita Kak Kempho di channel YouTube: 

 


 

Sarasehan Penggiat Sosial Grobogan, Mendorong Program Social Empowerment

Sarasehan Penggiat Sosial Grobogan, Mendorong Program Social Empowerment

Memandu sarasehan penggiat sosial Grobogan di acara Gebyar Muharram 1444 H.

Sabtu (30/7/2022), saya menghadiri acara Satunan Anak Yatim dalam rangka Gebyar Muharram 1444 H yang diselenggarakan oleh BAZNAS Kabupaten Grobogan dan Forum Komunikasi Penggiat Sosial Grobogan (FKPSG) di Pendopo Kabupaten Grobogan.  Acara dihadiri Bupati Grobogan Hj. Sri Sumarni, Ketua BAZNAS Kabupaten Grobogan Ari Widodo, dan Ketua FKPSG Ipda Supardi, SH.

 

“Asal-usul Aku Jatuh Cinta Pada Buku” dalam Antologi Puisi Samudra Ekspresi

“Asal-usul Aku Jatuh Cinta Pada Buku” dalam Antologi Puisi Samudra Ekspresi

Sumber ilustrasi: thumbnail di channel YouTube GolAGong TV
 

Sejak menekuni dunia kepenulisan pada tahun 1994, saya merasa “gak berbakat” menulis tulisan jenis fiksi. Saya lebih enjoy menulis nonfiksi. Tulisan pertama saya juga dalam bentuk artikel, dimuat di majalah Rindang edisi Juni 1994. Judulnya “Krisis Pergaulaan Remaja Modern”. Rindang adalah majalah bulanan yang diterbitkan oleh Departeman Agama (Depag) Jawa Tengah. Sekarang sudah tidak terbit.

 

Seterusnya, hingga sekarang, yang saya tulis juga tulisan-tulisan nonfiksi antara lain dalam bentuk: opini, esai, berita (liputan kegiatan), feature, resensi, dan lain sebagainya. Seingat saya, sekali saya pernah menulis cerkak (cerita cekak) alias cerpen berbahasa Jawa dan dimuat di majalah Jaya Baya. Edisi berapa dan tahun berapa saya lupa. Hanya yang saya ingat adalah judulnya, “Episode Cinta”—karena isinya memang cerita roman remaja dan dimuat di rubrik Roman Secuil.

 

Kalau puisi? Saya sudah koleksi dan membaca berulangkali buku-buku antologi puisi karya penyair bereputasi nasional maupun lokal, seperti Gus Mus, Rendra, D Zawawi Imron, dan lain sebagai, tapi saya merasa selalu “gagal” dan “tak percaya diri” setiap kali menulis puisi.

 

Puisi saya cenderung berbunga-bunga atau terlalu mudah “diendus” maksudnya. Meski kebanyakan puisi-puisi Gus Mus juga “lugas” dan “mudah diketahui maksudnya” seperti puisi “Di Negeri Amplop”, tapi puisi-puisi Gus Mus—menurut saya—pilihan katanya benar-benar memiliki daya satra dan “magis”.

 

Karena itulah, sepanjang usia kepenulisan saya, hingga kini saya memosisikan diri sebagai penikmat sastra, baik novel maupun cerpen dan puisi. Seumur-umur saya tak pernah memupuk mimpi menulis novel atau punya buku antologi cerpen atau puisi. Terbersit sih pernah—tapi hingga sekarang belum juga gumregah dan punya greget untuk merealisasikannya.

 

Tapi atas “todongan” seseorang pegiat literasi nasional bernama Dr. Muhsin Kalida—yang juga seorang pakar psichowriter dan dosen UIN Sunan Kalijaga Kogjakarta, beberapa waktu lalu, akhirnya saya “dipaksa” atau “terpaksa” menulis puisi dan akhirnya 3 buah puisi saya masuk ke dalam sebuah buku antologi bersama. Judul bukunya “Samudra Ekspresi, Antologi Puisi”, diterbitkan oleh penerbit Ladang Kata Jogjakarta bekerja sama dengan Yasuka Institute, Juli 2021.   

 

Buku itu diberi kata pengantar oleh Prof. Dr. H. Hanna, M.Pd., seorang pegiat literasi, pengurus pusat Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB), dan guru besar Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari. Buku diberi endorsement oleh Duta Baca Indonesia, Gol A Gong dan penggagas buku tersebut, tak lain adalah Dr. Muhsin Kalida—yang “menodong” saya untuk ikut di “proyek penulisan” itu.

 

Berikut ini dua dari tiga puisi saya yang ada di dalam buku tersebut:

 

Asal-usul Aku Jatuh Cinta Pada Buku

 

di sebuah desa kecil

di sebuah madrasah sore

di sebuah ruang kelasnya

tersebutlah lemari buku tua

dengan ratusan buku-buku

di dalamnya

 

lemari buku itu

di pojokan kelas letaknya

di situlah aku biasa menghabiskan

waktu

saat teman-teman kecilku

asyik bermain gundu

aku lebih suka membaca buku

saat teman-teman kecilku asyik gegojekan

aku asyik melahap bacaan

 

aku selalu kagum

dengan cerita-cerita

di buku yang kubaca

seperti tentang regu pramuka

yang sukses menggulung komplotan penjahat

atau seorang anak yang berjasa pada kampungnya

 

bertahun buku di lemari itu

tak pernah bertambah

hingga aku lulus dari madrasah

mungkin, sampai kini

atau kini buku-buku itu sudah raib

aku tak tahu

 

tapi lemari buku di madrasah itu

tapi lemari buku di pojokan kelas itu

adalah tempat pertama kali

aku jatuh cinta pada buku

 

Bugel, Juni 2021

 

 

Sajak Kampung Halaman

 

berziarah ke kampung halaman

memungut serpihan tapak kenangan

yang menyerpih di pelataran madrasah

juga di sepanjang jalan dusun tanah tumpah darah

 

dulu, semua masih bersahaja

bermain jithungan di bawah terang purnama

bermain galasin, atau gobag sodor kami menyebutnya

di pelataran madrasah yang lumayan luasnya

 

dulu, hujan adalah kado dari langit

yang kami bisa pesta air dan bola
sungai lusi laksana bengawan surga

tempat berenang-renang dan berkejaran di bening airnya

 

sekarang, semua berlalu, zaman telah amat maju

tapak-tapak kenangan itu mulai sirna

anak-anak hanya karib dengan gawai

setan gepeng itu membius amatlah piawai

 

Berukudon, nama kampung halamanku

betapa pun tetaplah pelabuhan rindu

tempat aku pulang menenun kenangan

ihwal suatu masa pada zaman yang telah silam

 

Bugel, Juli 2019

 

Terlepas dari kualitas puisi saya yang “jauh panggang dari api” itu, tak apalah. Saya kira pembaca memaklumi, karena saya memang bukan serorang penyair hahaha.....tapi puisi saya di buku itu sempat mendapat komentar dari Gol A Gong yang bisa disimak di chanel YouTube-nya.

 

*Badiatu Muchlisin Asti, Citizen Journalist, Penulis Nonfiksi, bukan penyair.

Dr. Riadi Darwis dan Serial Gastronomi Sunda

Dr. Riadi Darwis dan Serial Gastronomi Sunda

Dr. Riadi Darwis dengan buku pertamanya. (Foto: merdeka.com)

Sebagai penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia, saya memang mengoleksi banyak buku kuliner dari para pakar dan pesohor di bidang kuliner seperti mendiang Bondan Winarno (berseri buku kulinernya lengkap saya koleksi), mendiang Julie ‘Nyonya Rumah’ Sutarjana--sang Gastronom Tiga Zaman, mendiang Tuti Soenardi--pakar di bidang gizi, William Wongso, Sisca Soewitomo, Murdijati Gardjito—pakar gastronomi UGM, dan banyak lagi.

 

Tak hanya karya para pesohor di blantika kuliner Indonesia, namun juga karya siapapun yang berkaitan dengan tema kuliner tradisional Indonesia, saya koleksi, baik buku-buku lawas—yang terbit jauh sebelum saya lahir, maupun buku-buku kuliner yang terbit setelah saya lahir hingga sekarang.

 

Salah satu sosok yang buku-buku karyanya saya koleksi dan saya nikmati betul adalah Dr. Riadi Darwis, M.Pd. Ia memang tidak sepopuler nama-nama yang saya sebutkan di awal. Namun sisi ketekunannya sebagai seorang dosen dan peneliti gastronomi, benar-benar membuat saya kagum.

 

Saya memang tidak mengenalnya secara khusus, apalagi bersua. Saya hanya penikmat yang menikmati karya-karyanya. Dan sesekali berinterasi di media sosial facebook—sekedar komen atau like statusnya.

 

Awal saya “berkenalan” dengannya adalah saat saya “menemukan” buku perdananya yang cukup tebal berjudul  Seri Gastronomi Tradisional Sunda: Khazanah Kuliner Keraton Kesultanan Cirebon” yang diterbitkan oleh Penerbit Selaksa Media (Kelompok Intans Publishing) Malang, cetakan pertama Agustus 2019.

 

Waktu “menemukan” buku itu saya seperti mendapat durian runtuh. Buku semacam ini yang (di antaranya) saya cari. Buku yang menggali khazanah kuliner dari pelbagai manuskrip kuno. Buku semacam ini, bagi saya, setidaknya menunjukkan dua hal:

 

Pertama, leluhur kita era dulu sejatinya telah memiliki tradisi literasi yang baik, yang teruntai dalam banyak relief dan manuskrip kuno, yang jejaknya masih bisa kita telusur hingga saat ini.

 

Potongan resensi buku "Khazanah Kuliner Keraton Kesultanan Cirebon" di Jawa Pos Radar Madura, edisi Minggu, 5 Juni 2020.

Relief yang terdapat di Candi Borobudur, misalnya, ternyata banyak menyimpan cerita kehidupan di masa lampau—saat relief itu dibuat, yang salah satunya bercerita tentang pelbagai kuliner yang berkembang di masa itu—yang saat ini (sedang dan telah) dikembangkan menjadi wisata gastronomi melengkapi paket wisata Candi Borobudur.

 

Kedua, kajian kuliner tempo dulu signifikan untuk dilakukan guna menggali khazanah kuliner warisan leluhur yang mencerminkan banyak hal seperti kreativitas, nilai-nilai filosofis, kearifan lokal, strategi ketahanan pangan, dan sebagainya. Hasil kajiannya bisa menjadi referensi penting untuk meneguhkan budaya kuliner bangsa yang adiluhung dan pengembangan wisata gastronomi berbasis sejarah dan local genius (kearifan lokal) sebuah daerah.

 

Setelah membaca tandas buku itu, saya lanjut meresensinya dan tulisan resensi itu dimuat satu halaman penuh di koran Jawa Pos Radar Madura edisi Minggu, 5 Juni 2020 dengan judul “Kuliner dalam Tradisi Keraton Kesultanan Cirebon”. Masih belum puas, lalu saya susuli tulisan resensi versi kedua dan dimuat di media Islam daring Alif ID edisi Minggu, 5 September 2021 dengan judul “Kuliner Etnik Sunda dalam Naskah Kuno dan Tradisi Keraton”.

 

Peneliti yang Tekun

Setelah buku  berjudul “Seri Gastronomi Tradisional Sunda: Khazanah Kuliner Keraton Kesultanan Cirebon” terbit (2019), setahun kemudian pada September 2020, buku karyanya (yang kedua) kembali terbit. Kali ini berjudul “Seri Gastronomi Tradisional Sunda: Khazanah Kuliner Kabuyutan Galuh Klasik” yang diterbitkan oleh penerbit UPI Press. Bukunya lebih tebal lagi dari buku pertamanya. Bila buku pertama “hanya” 554 halaman, buku keduanya ini mencapai 656 halaman dengan ukuran buku yang lebih besar.

 

Tahun 2021, harusnya terbit buku ketiganya, namun—sependek yang saya tahu, karena persoalan teknis, buku itu baru terbit Maret 2022 oleh penerbit UPI Press. Amazing-nya, buku ketiganya ini lebih “gila” lagi tebalnya.

 


Karena terlampau tebal, bahkan penerbit “harus” membaginya menjadi dua jilid. Judul buku ketiganya adalah “Serial Gastronomi Tradisional Sunda: Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Ték-ték (Jilid 1 dan 2)”. Jilid pertama setebal 734 halaman dan Jilid 2 setebal 336 halaman. Bila disatukan, buku itu bertebal lebih dari seribu halaman.

 

Boleh jadi secara kuantifikasi, karyanya belum banyak. Namun dari sisi bobot dan kekayaan data di dalam ketiga buku tersebut, sangat menunjukkan produktivitas, ghirah, dan ketekunan seorang Dr. Riadi Darwis yang sangat luar biasa. Membaca ketiga buku tersebut,  kita seperti diajak menuju ke lorong waktu, masuk ke “masa lalu”, menyigi pelbagai budaya kuliner dan khazanah kulinernya di zaman itu, secara “detail dan mendalam”.

 

Ketiga buku karya Dr. Riadi Darwis memang merupakan hasil riset dari pelbagai manuskrip dan naskah kuno, sehingga dihasilkan data terkait kosa kata dan ungkapan kuliner yang terbagi dalam berbagai klaster antara lain minuman, makanan, teknik kuliner, dan lain sebagainya.

 

Buku-buku Seri Gastronomi Tradisional Sunda karya Dr. Riadi Darwis yang saya koleksi. (Foto: dokumentasi pribadi)

Termasuk buku terbarunya yang berjudul “Serial Gastronomi Tradisional Sunda: Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Ték-ték (Jilid 1 dan 2)” yang baru saya terima hari ini (Kamis, 14/07/2022). Saya memang belum membacanya, tapi dari sekilas daftar isi yang saya baca, buku ini menyigi khazanah lalab—yang sangat populer dalam budaya kuliner Sunda, rujak, sambal, dan ték-ték dalam berbagai prasasti masa klasik dan naskah sunda kuno.

 

Ternyata, sebagaimana ditulis Dr. Riadi Darwis dalam buku terbarunya (Jilid 1), tradisi menyantap lalab di kawasan Pulau Jawa sudah tercatat dalam sejumlah prasasti. Ditengarai pada abad ke-9 atau ke-10 Masehi, hal tersebut sudah tercatat.

 

Saat ini lalaban atau lalapan menjadi budaya kuliner yang identik dengan masyarakat Sunda. Penelitian Prof. Unus Suriawiria sampai tahun 2000—sebagaimana yang dikutip Prof. Murdijati Gardjito dalam buku Kuliner Sunda, Nikmat Sedapnya Melegenda (2019) menyebutkan, ditemukan tidak kurang 200 jenis tanaman yang bisa dijadikan lalap.

 

Buku terbaru karya Dr. Riadi Darwis ini menghadirkan data yang lebih banyak lagi. Berdasarkan hasil telusur melalui sejumlah referensi maupun observasi, dalam buku terbarunya (Jilid 2), Dr. Riadi Darwis menyajikan sejumlah 718 jenis tanaman lalab yang hidup dan tumbuh subur di kawasan budaya Sunda.

 

Buku terbaru 2 jilid karya Dr. Riadi Darwis ini sangat menarik. Saya sedang “menyiapkan” energi untuk melahap buku tebal yang terbagi dalam dua jilid ini. Agar bisa menyerap gizi buku tebal—hasil riset mandiri selama 31 tahun—ini secara lebih maksimal. Buku terbaru karya Dr. Riadi Darwis, yang tak berlebihan bila saya sebut sebagai "Sang Gastronom dari Tatar Sunda". 

 

*Badiatul Muchlisin Asti, Citizen Journalist yang penikmat (sejarah) kuliner Indonesia.