Buku "Riwayat Kuliner Indonesia" karya Badiatul Muchlisin Asti diterbitkan CV. Hanum Publisher, 2022.
Harus diakui,
Indonesia memiliki khazanah kuliner Indonesia yang sangat kaya dan beragam.
Setiap daerah, dari Sabang sampai Merauke, memiliki kekayaan kuliner khasnya
masing-masing, yang tercipta dari olah pangan lokal, juga berasal dari tradisi
dan budaya yang berkembang di masyarakat setempat.
Indonesia
adalah negeri yang memiliki khazanah kuliner yang melimpah dengan jumlah ribuan.
Setiap daerah, dari Sabang sampai Merauke, hampir bisa dipastikan memiliki
senarai kuliner khas masing-masing. Di antara kuliner-kuliner itu ada yang sangat
ikonik dan populer hingga pentas nasional, bahkan internasional. Seperti
rendang (Minang), pempek (Palembang), nasi lengko (Cirebon), sate kambing
batibul dan balibul (Tegal), bir pletok (Betawi), gudeg (Jogjakarta), lumpia
(Semarang), dan banyak lagi.
Kaver buku "Sejarah Lengkap Penyabaran Islam" karya Prof. Dr. Thomas W. Arnold
Data buku:
Judul: Sejarah Lengkap Penyebaran Islam
Penulis: Prof. Dr.
Thomas W. Arnold
Penerbit: Ircisod, Yogyakarta
Cetakan ke-1: Juli
2019
Tebal: 672 hlm
ISBN: 978-602-7696-90-7
Islam merupakan salah satu agama dakwah (missionary)
terbesar di dunia bersama dengan Kristen dan Buddha. Sejarah penyebaran Islam
menempuh perjalanan yang sangat panjang hingga mencapai jumlah pemeluk yang
besar di seluruh belahan dunia seperti sekarang ini.
Max Muller, seorang filsuf dari Jerman yang juga pendiri
studi ilmu agama, mendefinisikan istilah agama misioner sebagai “agama yag
memiliki ajaran mendakwahkan kebenaran disertai meningkatnya upaya penarikan
orang lain yang masih ingkar oleh pendiri atau para pengganti dari pendiri
agama yang bersangkutan sampai titik upaya tersebut dianggap menjadi kewajiban
suci.”
Masih menurut Muller, “Misionari menjadi semangat kebenaran
yang menyala dalam hati para penganut dan tidak bisa ditinggalkan, bahkan
ditunjukkan dalam pemikiran, kata-kata, dan perbuatan, yang tidak akan puas
sampai agama tersebut bisa merasuk dalam setiap jiwa manusia hingga hal yang
diyakini sebagai kebenaran diterima sebagai kebenaran pula oleh seluruh
manusia.”
Semangat dakwah semacam itulah yang menjadi pemacu semangat
kaum muslimin untuk senantiasa menyebarkan ajaran Islam ke seluruh umat manusia
di setiap benua. Data tahun 2015
memperlihatkan, dari7,3 miliar penduduk
dunia, sekitar sepertiganya memeluk Kristen (31%). Umat Islam menduduki
proporsi terbesar kedua dengan 1,8 miliar atau setara dengan 24% dari populasi
global. Jumlah penganut umat Islam yang tersebar di seluruh dunia itu merupakan
bukti kerja panjang dalam kegiatan dakwah Islam selama berabad-abad.
Buku berjudul Sejarah Lengkap Penyebaran Islam ini
merupakan karya seorang orientalis Islam asal Inggris yang juga seorang
Profesor Studi Arabia di University of London bernama Sir Thomas Walker Arnold.
Sebagai sebuah buku sejarah Islam, buku ini menyuguhkan kajian yang sangat
menarik seputar penyebaran Islam, sejak awal agama Islam didakwahkan oleh Nabi
Muhamad Saw di Mekah dan Madinah, hingga menyebar ke berbagai negara di dunia.
Penyebaran ajaran Islam demikian pesat menjamah hampir di
setiap penjuru dunia dengan beragam sebab dan aneka latar belakang sosial,
politik, serta agama. Namun, dari berbagai sebab yang ada, faktor terbesar dari
persebaran ajaran Islam yang kian tak terbantahkan adalah munculnya
tenaga-tenaga misionaris muslim. Mereka merelakan diri menjadi dai untuk
mengislamkan orang-orang kafir dengan Nabi Muhammad Saw sebagai teladan utama
mereka.
Hebatnya, menurut Thomas W. Arnold dalam buku ini, dakwah
misioner Islam tidak pernah dilakukan dengan penganiayaan yang penuh kekejaman
atau dilandasi kemarahan sikap fanatik. (hlm. 19). Metode dakwah damai hanya
akan ditinggalkan ketika lingkungan politik memaksa mereka untuk menggunakan
kekuatan dan kekerasan atau cara-cara damai tidak mungkin ditempuh dan jalur
politik tak bisa diusahakan lagi. (hlm. 20).
Prinsip Dakwah
Buku ini oleh Thomas W. Arnold dimaksudkan untuk menunjukkan
bagaimana idealisme ini muncul dalam sejarah dan bagaimana prinsip-prinsip
kegiatan dakwah dipraktikkan di lapangan oleh para eksponen Islam. Di luar
tujuan ini, buku ini tidak bertujuan mengungkap contoh-contoh kekuatan
pengislaman yang mungkin ditemukan di sana-sini dari lembaran sejarah umat
Islam. (hlm. 25).
Seperti contoh ungkapan kekejaman Khalifah Marwan, seorang
khalifah terakhir Bani Umayyah, “Siapa pun penduduk Mesir yang tidak mau
memeluk agamaku dan beribadah sebagaimana aku beribadah dan mengikuti ajaranku,
maka aku akan membunuh dan menyalibnya.” Sebaliknya, Khalifah al-Mutawakkil,
Khalifah al-Hakim, dan Sultan Tippu dianggap sebagai ciri khas misionaris Islam
seperti halnya para dai semisal Sunan Maulana Malik Ibrahim di tanah Jawa,
Khwaja Mu’inuddin Chisti di India dan dai-dai lain yang tak terhitung jumlahnya
yang telah berhasil melakukan pengislaman dengan cara damai. (hlm. 27).
Buku ini terdiri atas 13 bahasan utama. Di bahasan awal,
Thomas W. Arnold dengan sangat baik menyuguhkan ulasan tentang seputar
kehidupan Nabi Muhammad Saw sebagai seorang dai. Perjalanan dakwah Nabi
Muhammad Saw yang panjang telah melewati liku-liku dan tantangan hebat, namun
ia tak gentar meski menghadapi beragam intimidasi dan upaya kriminalisasi.
Saat di awal-awal dakwah, orang-orang Quraisy mengultimatum
agar ia menghentikan dakwahnya dan mengancam akan melancarkan lebih banyak lagi
siksaan dan kekerasan kepadanya bila ia tidak mau berhenti berdakwah. Namun dengan
gagah ia menjawab:
“Sekalipun matahari diturunkan di atas tangan kananku dan
bulan dikirimkan di atas tangan kiriku sebagai pilihan pengganti agar aku
meninggalkan dakwahku atau binasa dalam rangka menjalani misi Tuhan, aku tidak
akan pernah mencampakkan ajaran ini sampai Tuhan menyuruhku berhenti.” (hlm.
35).
Dengan demikian, dari sejak semula, Islam mengemban label
sebagai agama misioner (agama dakwah) yang mengejar kemenangan hati manusia
untuk mengislamkan serta menyerukan orang-orang agar mengikuti persaudaraan
seiman. Dan sebagaimana permulaannya, karakter misioner ini berlanjut hingga
sekarang ini. (hlm. 84).
Dari karakter misioner itulah, Islam menyebar hampir ke
seluruh penjuru dunia. Dan di bab-bab selanjutnya, Thomas W. Arnold menyuguhkan
ulasan yang memikat terkait sejarah penyebaran Islam tersebut, sejak penyebaran
Islam di negara-negara Asia Barat, Afrika, Spanyol, Eropa, Asia Tengah, Mongol
dan Tartar, India, Tiongkok, hingga di Kepulauan Melayu.
Dengan bahasa yang lugas dan mudah dicerna, serta didukung
oleh data-data yang kredibel, buku setebal 672 halaman dan bersampul keras (hard
cover) ini layak menjadi salah satu bacaan dan referensi terkait sejarah
penyebaran Islam ke berbagai belahan dunia dari kaca mata seorang orientalis.
*Badiatul Muchlisin
Asti, Ketua Yayasan Mutiara Ilma Nafia Grobogan.Tulisan ini dimuat di Suara Merdeka, edisi
Minggu, 3 Novermber 2019.
Kaver buku Jurus Sehat Rasulullah karya dr. Zaidul Akbar. [foto: toko-muslim.com]
Data buku:
Judul:Jurus Sehat
Rasulullah, Hidup Sehat Menebar Manfaat
Penulis: dr. Zaidul
Akbar
Penerbit: PT. Sygma
Media Inovasi, Bandung
Cetakan ke-1: Februari 2020
Tebal: xx + 316 hlm
ISBN:
978-623-92873-5-1
“Sehat memang bukan segala-galanya,
tapi tanpa sehat, segala-galanya sering tak berarti apa-apa,” begitu kalimat
bijak yang sering kita dengar. Kesehatan memang penting, bahkan sangat penting,
tapi sayangnya, tak sedikit yang mengabaikannya. Baru tersadar akan arti
penting kesehatan saat raga sudah terkulai lemah diserang penyakit.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw
bersabda, “Ada dua nikmat
yang karenanya banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”(HR. Bukhari).
Salah satu penyumbang rentannya
kesehatan orang zaman sekarang adalah pola makan yang buruk. Makan hanya asal
enak, tanpa menimbang apakah makanan yang masuk ke perutnya itu baik, atau
justru merusak raganya.
Melalui buku yang berjudul Jurus
Sehat Rasulullah ini, dokter Zaidul Akbar mengingatkan pentingnya
memperhatikan makanan yang masuk ke dalam tubuh kita. Menurutnya, tubuh yang
sehat dimulai dari pencernaan atau perut yang sehat. Jika perut bermasalah,
dipenuhi makanan tinggi gula, kurang serat, dan tercampur dengan bahan kimia
sintetis, bisa dipastikan perut itu akan jadi rumah penyakit.
Dalam doktrin Islam, makanan yang
dikonsumsi haruslah memenuhi dua syarat, yaitu halal dan thayyib (baik).
Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Quran, “Wahai manusia, makanlah dari
(makanan) yang halal dan thayyib (baik) yang terdapat di Bumi...” (QS.
Al-Baqarah, 2: 168).
Sesuai pesan ayat tersebut, halal
saja tidak cukup dalam soal makanan sehat. Makanan yang dikonsumsi haruslah thayyib.
Soal thayyib ini, dokter Zaidul menyatakan, sebuah makanan disebut thayyib
apabila memenuhi parameter umum: aman dikonsumsi—baik jangka pendek atau pun
jangka panjang; tumbuh di tanah yang tinggi mineral; bebas dari bahan kimia
sintetik; mendapat cahaya matahari; dan tidak terpapar logam berat, serta tidak
banyak pengolahan.
Bahan-bahan yang tidak baik
dimasukkan ke dalam tubuh, khususnya jika digunakan secara terus-menerus
seperti: penyedap, pengawet, perisa, pewarna, gula pasir, produk olahan,
makanan cepat saji, makanan instan, dan obat kimia. Bahan-bahan tersebut dapat
merusak tubuh kita, sehingga jelas semua bahan itu tidak thayyib.
Gaya Hidup Sehat
Melalui buku ini, dokter Zaidul
mengajak pembaca untuk membangun pola makan yang sehat agar memperoleh tubuh
yang sehat serta terhindar dari pelbagai penyakit. Namun tidak hanya soal makan
yang perlu mendapat perhatian dalam menerapkan jurus atau formula sehat ala
Rasulullah.
Gaya hidup sehat seperti menjaga
kebersihan, berolahraga, tidur yang berkualitas, serta buang air kecil dan
buang air besar yang benar juga perlu diperhatikan dan menjadi habit
(kebiasaan) untuk memperoleh tubuh yang sehat.
Rasulullah misalnya, diriwayatkan
sangat gemar berolah raga. Tubuh Rasulullah pun terawat dan atletis,
sebagaimana yang pernah diriwayatkan oleh Ummu Hani’, “Aku tidak melihat
bentuk dari perut Rasulullah Saw kecuali aku teringat akan gulungan kertas yang
bersusun antara satu dengan yang lainnya.” (Abu Dawud Sulaiman, Musnad
Abi Dawud Ath Thayalisi, 1999/1419 H).
Riwayat tersebut menunjukkan betapa
Rasulullah Saw disiplin dalam merawat kesehatan tubuhnya. Beberapa olahraga
yang digemari Rasulullah adalah gulat, berkuda, memanah, berenang, dan berlari.
Selain berolah raga, tidur berkualitas
di malam hari juga penting untuk kesehatan. Tidurlah di malam hari dalam
keadaan gelap karena ada hormon yang dikeluarkan kelenjar hipofisis yang
bernama melatonin. Ternyata, malam yang diciptakan Allah untuk istirahat
merupakan cara tubuh untuk memperbaiki diri dengan mengeluarkan melatonin.
Meski terlihat sepele, cara buang
air kecil dan buang air besar ternyata juga sangat berpengaruh terhadap
kesehatan. Rasulullah misalnya, mencontohkan buang air besar dengan posisi jongkok.
Posisi jongkok jauh lebih efektif. Proses pengeluaran tinja akan jauh lebih
cepat karena tekanan perut jauh lebih besar dibandingkan dengan posisi duduk.
Agar buang air besar lancar, dokter
Zaidul juga menyarankan memperbanyak mengonsumsi serat dari buah-buahan dan
minyak, seperti minyak zaitun, minyak pala, minyak wijen, dan beberapa minyak
esensial lainnya, sehingga kita tidak perlu berlama-lama di kamar mandi.
Ibadah Kunci Kesehatan
Selain fisik, formula sehat yang tak
kalah pentingadalah kesehatan qalbu
(hati atau batin). Berpikir positif salah satunya. Semua pikiran positif akan
memberi energi positif pada kehidupan seseorang. Orang yang berenergi positif
akan memiliki emosi yang baik. Penyakit tidak akan datang pada orang yang
memiliki emosi yang baik.
Beribadah dengan benar juga menjadi
kunci kesehatan. Sehatnya Rasulullah Saw ternyata bermula dari amal ibadah yang
luar biasa. Itu karena sesungguhnya banyak sekali hikmah dan kebaikan yang akan
kita dapatkan ketika melaksanakan amal ibadah dengan baik, salah satunya adalah
manfaat dalam bidang kesehatan.
Amal ibadah seperti wudhu, shalat,
dan puasa, bila dijalankan dengan baik, akan sangat bermanfaat, termasuk dalam
bidang kesehatan. Bahkan amal-amal ibadah lainnya seperti membaca Al-Quran,
berdoa, bersedekah, bahkan haji dan umrah, juga memiliki manfaat terhadap
kesehatan.
Shalat misalnya. Gerakan dalam
shalat telah terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan kesehatan. Dr. Alexis
Carrel—pemenang Nobel dalam bidang kedokteran, pernah menyebutkan bahwa shalat
ternyata memberi kumpulan energi yang luar biasa pada tubuh seseorang. Bahkan,
dia mengatakan bahwa dalam shalat seakan-akan ada radium (bahan radioaktif)
sebagai sumber energi yang dapat dipakai sebagai pengobatan pada penderita tuberkulosis,
osteomyelitis (infeksi tulang), luka ulserasi, kanker, dan lain-lain.
Penelitian yang cukup menarik pernah
dilakukan oleh Guru Besar Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr.
Mohammad Sholeh, M.Pd, terkait dengan manfaat shalat tahajud. Hasilnya
ditemukan fakta bahwa shalat tahajud yang dilakukan dengan benar dan sesuai
tuntunan, tepat, rutin dan ikhlas, mampu memberikan peningkatan pada sistem
kekebalan tubuh.
Banyak kupasan menarik lainnya yang
bisa dibaca secara lengkap di buku ini. Buku ini menyuguhkan formula hidup sehat
Rasulullah—atau dalam istilah Dokter Zaidaul Akbar, JSR atau Jurus Sehat Rasulullah yang digali dari
Al-Quran maupun al-Hadits, kemudian diperkaya dengan data-data ilmiah modern
terkait kesehatan. Sehingga buku ini selain kontekstual, juga mencerahkan sekaligus
aplikatif.
*Badiatul Muchlisin Asti, Ketua
Yayasan Mutiara Ilma Nafia Grobogan, Jawa Tengah. Tulisan ini dimuat di Duta Masyarakat, edisi 18 April 2020.
KH. Muntaha Al-Hafiz atau biasa disapa Mbah Muntaha atau
Kiai Muntaha adalah seorang ulama kharismatik dan pengasuh Pondok Pesantren
Al-Asy’ariyah Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo. Namanya
populer berkat ide pembuatan Al-Quran Akbar yang dicetuskannya pada tahun 1994.
Al-Quran Akbar 30 juz yang digagas oleh Mbah Muntaha konon (ketika itu)
terbesar di seluruh dunia, yaitu berukuran 1 x 1,5 m, belum termasuk rehal dan
ketika seluruh Al-Quran itu dibuka.
Pembuatan Al-Quran Akbar itu menjadi sangat monumental dan
gaungnya menggema hingga ke tingkat nasional karena banyak media massa yang
meliputnya, baik lokal maupun nasional. Tercatat media massa yang meliput
antara lain The Jakarta Post, Kompas, Suara Karya, Jawa
Pos, dan Suara Merdeka.
Penulisan Al-Quran Akbar dikerjakan oleh dua orang santri
Al-Asy’ariyah ketika itu yaitu H. Hayatuddin dari Grobogan dan H. Abdul Malik
dari Yogyakarta. Kertas yang digunakan untuk penulisan Al-Quran Akbar mendapatkan
bantuan dari Menteri Penerangan ketika itu yaitu Harmoko. Setelah selesai
dibuat, Al-Quran Akbar tersebut diserahkan kepada Presiden RI ketika itu, yaitu
H. Muhammad Soeharto, di istana negara pada Selasa, 5 Juli 1994.
Ide pembuatan Al-Quran Akbar hanyalah secuil dari refleksi
kecintaan Mbah Muntaha yang sangat besar terhadap Al-Quran. Sebelumnya, Mbah
Muntaha juga mencetuskan ide penulisan buku Tafsir Maudhu’i atau tafsir
tematik Al-Quran.
Untuk mengeksekusi ide tersebut, dibentuklah Tim 9 yang terdiri
dari para ustaz di lingkungan Pesantren Al-Asy’ariyah dan dosen Institut Ilmu
Al-Quran (IIQ)—sekarang menjadi Universitas Sains Al-Quran (UNSIQ) Wonosobo.
Buku tafsir tersebut akhirnya terbit dan beredar luas ke
khalayak dengan judul Tafsir Maudhu’i Al-Muntaha.
Buku tersebut diterbitkan oleh penerbit Pustaka Pesantren Yogyakarta, cetakan
pertama tahun 2004.
Gagasan Kiai Muntaha terkait penulisan tafsir tematik ini
dipandang sebagai langkah maju dari kiai pesantren yang sering dianggap sebagai
tradisional. Sebagai seorang kiai dengan latar belakang pendidikan nonformal
dari pesantren ke pesantren, Mbah Muntaha memang termasuk sosok ulama dengan
pemikiran yang sangat maju dan visioner. Di antaranya nampak dalam inovasi dan
pemikirannya di bidang pendidikan.
Mbah Muntaha-lah sosok dibalik ide berdirinya perguruan
tinggi UNSIQ Wonosobo di bawah naungan Yayasan Pendidikan Ilmu Ilmu Al-Quran
(YPIIQ). Mbah Muntaha menjadi salah satu pendiri sekaligus memegang jabatan
rektor sebelum perguruan tinggi itu berubah menjadi universitas.
Di samping maju secara pemikiran dan visioner menatap masa
depan, selebihnya Mbah Muntaha adalah sosok ulama sepuh yang kharismatik,
santun dan rendah hati, yang hidupnya kuyup dengan butir-butir keteladanan. Ia
juga sangat peduli terhadap kehidupan masyarakat dan dihormati oleh para
pemimpin dan pejabat serta tokoh Islam lainnya. Tidak hanya tokoh dalam negeri,
tapi juga tokoh luar negeri seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Karenanya, saat Mbah Muntaha wafat, puluhan ribu orang
datang ke Kalibeber untuk memberikan penghormatan terakhir kepada sosok ulama
kharismatik yang sangat dihormati itu. Mbah Muntaha wafat pada hari Rabu, 29
Desember 2004, dalam usia 94 tahun.
Buku ini menyajikan biografi Mbah Muntaha,
perjalanan hidup, ide-ide, pemikiran, kiprah, dan perjuangannya. Membaca buku
ini kita akan mereguk selaksa kesegaran hikmah dan sinar keteladanan dari sosok
ulama yang mencintai kalam Allah, Al-Quran, di sepanjang hidupnya.<!--[if gte mso 9]>
Turki adalah salah satu destinasi
wisata dunia. Ada yang menyebut Turki sebagai “museum terbuka” karena tanah
Anatolia itu menyimpan banyak sekali jejak peradaban demi peradaban dalam
bentuk artefak sejarah dan peninggalan arkeologis.
Istanbul adalah daya pikat pertama Turki
yang membuat banyak turis, khususnya dari Indonesia, yang ingin menjejak dan
menjelajah segenap eksotismenya. Selain kaya akan aspek-aspek sejarah yang
melumurinya, Istanbul adalah daerah yang secara geografis sangat strategis,
indah, dan sekaligus sangat istimewa.
Masyarakat dunia secara umum
mengenal Istanbul sebagai kota yang terletak di antara dua benua, yaitu Asia
dan Eropa. Istanbul juga menyimpan pernak-pernik sejarah panjang yang bahkan
jauh sebelum Romawi, Byzantium, ataupun Usmani.
Tempat-tempat wisata mainstream
di Istanbul meliputi Masjid Biru (Masjid Fatih/Sultanahmet), Hagia Sophia,
Istana Topkapi, Tur Busphorus, Masjid Sulaiman, Dolmabahce, Taksim, Galata
Kulesi, Kiz Kulesi, dan Grand Bazaar. Delapan objek wisata ini merupakan tempat
yang wajib dikunjungi di Istanbul karena nyaris semua turis mengunjunginya.
Masjid Biru dan Haga Sophia adalah
contoh kedigdayaan simbol sejarah sekaligus pariwisata Turki selain Istana
Topkapi. Karya besar yang dihasilkan oleh dua peradaban yang berbeda ini telah
sama-sama menunjukkan kemewahannya kepada panggung dunia.
Masjid Biru danHaga Sophia terletak di kawasan Fatih, salah
satu distrik padat di Istanbul bagian Eropa. Haga Sophia dibangun sebagai
katedralpada tahun 537 M di masa
Justinian I dengan menunjuk dua arsitek terbaik mereka, Isidore dan Anthemius.
Masjid Biru dibangun belakangan,
tepatnya pada tahun antara 1463 -1470 M atas perintah Fatih Sultan Mehmed,
penakluk Konstantinopel dari tangan Byzantium. Arsitek masjid ini berdarah
Yunani, bernama Atik Sinan atau lebih dikenal dengan sebutan Mimar Sinan (Sinan
si Arsitek). Dalam aspek arsitektur, Masjid Fatih bisa dibilang sebagai proyek
monumental pertama dalam tradisi arsitektural kekaisaran Usmani. Jarak Masjid
Biru dan Hagia Sophia sekitar panjang lesatan anak panah, salah satu senjata
andalan di masa Usmani.
Haga Sophia atau Aya Sofya adalah
bangunan katedral ortodoks yang hari ini menjadi objek wisata paling terkenal
di Turki. Sebagai tempat ibadah bagi pemeluk Kristen Ortodoks, Hagia Sophia dicatat
sebagai bangunan ketiga setelah gereja-gereja kecil sebelumnya mengalami
kerusakan karena materialnya berbeda.
Besar dan Kuat
Bangunan kali ini diniatkan oleh
sang penguasa untuk menjadi katedral yang sepenuhnya berbeda, besar, dan kuat.
Kini, bersama Masjid Biru, Hagia Sophia yang disulap menjadi masjid setelah
ditaklukkan oleh Sultan Mehmet pada tahun 1453 ini, sudah pasti masuk ke dalam
daftar tujuan wisata di Istanbul.
Hagia Sophia dikenal sebagai bentuk
arsitektur Byzantium yang khas dan bahkan menjadi terobosan baru bagi gaya-gaya
arsitektur gereja pada masanya. Ia sudah mengalami lima kali perubahan fungsi,
dari Katedral Kristen Byzantium (537-1204), Katedral Katolik Roma (1204-1261),
Katedral Ortodoks Yunani (1261-1453), Masjid Usmani (1453-1931), dan Museum
(1935-sekarang).
Ketika dialihfungsikan sebagai
masjid, benda-benda penting katedral seperti bel, altar, iconostasis,
mosaik bergambar Yesus, Bunda Maria, Penginjil Kristen, dan malaikat,
dihancurkan. Sebagian lainnya dilapisi atau ditutup, lalu ditambah dengan
unsur-unsur keislaman seperti mihrab dan empat menara yang hingga kini masih
tegak. Galeri besar yang bisa disaksikan secara kasat mata adalah kaligrafi
besar bertuliskan nama Nabi Muhammad, empat khalifah, Hasan dan Husein.
Destinasi lain seperti Istana
Topkapi, Masjid Sulaiman, Dolmahbace, dan Grand Bazaar berada di sekitar Fatih.
Jalan kaki adalah alternatif bagus untuk menjangkau semua tempat itu. Selain
menyehatkan, juga bisa menikmati suasana agar pengalamantraveling kian tambah mantap.
Kawasan Sultanahmet bisa menjadi
tujuan pertama, setelah itu bisa satu per satu mengunjungi wisata-wisata mainstream
di Istanbul. Dari satu tempat wisata ke destinasi selanjutnya berjarak sekitar
1 – 2 km. Kalau tidak mau jalan kaki, bisa naik tramvay, transportasipaling nyaman di tengah kota, atau bus kota.
Untuk Kiz Kulesi, ada tur khusus
dengan naik vapur. Caranya tinggal datang ke pelabuhan vapur di tepian
Selat Bosphorus dan memastikan jadwal ke Kiz Kulesi. Adapun dari Sultanahmet ke
arah Galata Kulesi berjarak sekitar 4 km. Jarak ini lebih menantang bila
ditempuh dengan jalan kaki karena akan melewati Galata Koprusu alias Jembatan
Galata, sembari menikmati pemandangan luas di tengah Bosphorus. Dari Galata,
perjalanan bisa dilanjutkan sekalian ke Taksim.
Buku berjudul Jalan-jalan ke
Turki yang ditulis oleh 11 pelajar Indonesia di Turki ini bisa menjadi
referensi dan panduan traveling menjelajah eksotisme Turki yang sangat
indah dan menajubkan. Namun, buru-buru harus disampaikan, Turki bukan hanya Istanbul.
Banyak sekali objek-objek indah, eksotis, dan menarik lainnya di Turki yang
bisa dijelajahi. Dari wisata-wisata mainstream hingga tempat-tempat
tersembunyi.
Memesona
Ankara, Izmir, Mardin, Diyarbakir,
Konya, Eskisehir, hingga Harran yang berbatasan dengan Suriah, semua memiliki
daya tarik dan cerita tersendiri. Bentang alam yang memesona, kota tua, biara,
masjid, makam para nabi, benteng, madrasah, dan gereja, mencatat jejak sejarah
panjang Islam dan Kristen di bumi Anatolia.
Semua destinasi itu dirangkum dan
diceritakan secara apik dan menarik dengan gaya reportase yang runtut dan
memikat sebagai referensi bagi siapapun yang ingin menjelajah eksotisme Turki. Atau
sekedar ingin menikmati Turki dari cerita-cerita yang ditulis oleh 11 pelajar
Indonesia di Turki yang terhimpun dalam Tim Spirit Turki.
Bila masih ada yang kurang, maka itu
adalah pelbagai makanan khas Turki yang belum dieksplorasi secara khusus.
Karena kuliner, sepertinya kini telah menjadi bagian tak terpisahkan saat
seseorang bertamasya ke sebuah daerah atau negara.
*Badiatul
Muchlisin Asti, Ketua Yayasan Mutiara Ilma Nafia Grobogan.Tulisan ini dimuat di Suara Merdeka, edisi Minggu, 27 Oktober 2019.
Kaver buku "Gus Muwafiq: Menggenggam Dalil Merawat Tradisi, Menjaga Kebangsaan Indonesia"
KH. Ahmad Muwafiq atau yang akrab disapa Gus Muwafiq
adalah dai muda yang sedang naik daun. Video rekaman ceramahnya di berbagai
kesempatan sangat mudah dijumpai di media sosial seperti facebook dan youtube.
Posisi Gus Muwafiq mungkin bisa disejajarkan
dengan dai-dai muda yang populer di media sosial lainnya seperti Ustaz Abdul
Somad (UAS), Ustaz Adi Hidayat (UAH), atau Ustaz Hanan Attaki.Hanya saja captive market audiens Gus
Muwafiq berbeda dengan ketiga ustaz tersebut.
Bila ketiganya lebih digemari
kalangan “muslim perkotaan”, audiens Gus Muwafiq kebanyakan adalah warga nahdliyyin
yang lebih banyak tinggal di kampung, karena kiai berpenampilan gondrong itu
memang berlatar belakang NU.
Beberapa waktu lalu, dai muda kelahiran
Lamongan, 2 Maret 1974 itu kesandung masalah. Video berisi potongan ceramahnya
di Purwodadi (Jawa Tengah) viral dan menjadi perbincangan hangat warganet. Banyak
yang membela, tak sedikit yang mengecam karena konten isi ceramah Gus Muwafiq
dinilai melecehkan Nabi Muhamad.
Dalam ceramahnya, Gus Muwafiq
menyebut kelahiran Nabi Muhammad biasa saja, seperti manusia pada umumnya,
tidak bersinar, masa kecilnya tak terurus saat diasuh oleh kakeknya, bahkan ia
menyebut kata “rembes” yang dalam bahasa Jawa berarti mukanya dekil
karena umbelen (beringus).
Beberapa ulama menilai kata-kata itu
tidak pantas ditujukan kepada Nabi Muhammad, bahkan terkategori melecehkan.
Sebagian ulama menasehati Gus Muwafiq untuk meminta maaf dan bertobat kepada
Allah Swt atas apa yang telah dikatakannya.
Atas peristiwa itu, secara khusus
Gus Muwafiq melakukan klarifikasi, minta maaf, dan pada kesempatan lain, juga
menyatakan bertobat kepada Allah. Sikap ini sesungguhnya merupakan teladan baik
yang bisa dicontoh oleh para dai muda lainnya.
Di luar kehebohan itu, buku berjudul
Gus Muwafiq:Menggenggam Dalil, Merawat Tradisi, Menjaga Kebangsaan
Indonesia yang ditulis oleh Muhammad Ainur ini layak disimak untuk mengenal
lebih dekat sosok Gus Muwafiq dan menyelami recik-recik pemikirannya tentang
keislaman dan keindonesiaan. Buku setebal 248 halaman ini dibagi menjadi tiga
bagian.
Bagian pertama mengupas profil Gus
Muwafiq sebagai seorang santri, aktivis dan kiai. Jauh sebelum populer sebagai
dai seperti sekarang, Gus Muwafiq adalah seorang santri yang mengaji dari satu
pesantren ke pesantren lainnya. (halaman 14). Lalu menjadi aktivis pergerakan
Islam (PMII) saat menjadi mahasiswa di IAIN (sekarang UIN) Sunan kalijaga
Yogyakarta. Puncaknya, ia pernah didaulat menjadi Sekjen Mahasiswa Islam
se-Asia Tenggara. (halaman 15).
Gus Muwafiq dikenal sebagai sosok
yang sederhana. Pergulatannya di dunia pergerakan Islam, menempanya menjadi
sosok yang bersahaja namun tangguh dan bisa beradaptasi dalam segala situasi. Gus
Imad, salah seorang pengasuh pesantren di Wonosobo yang sering menemani Gus
Muwafiq berdakwah pada zaman dahulu menuturkan bahwa Gus Muwafiq seringnya naik
motor ke mana-mana. (halaman 20). Karena itulah, Gus Muwafiq bisa ceramah di
segala situasi. Ia pernah diundang ceramah di istana oleh presiden Jokowi, tapi
juga biasa ceramah di pengajian-pengajian kampung.
Ia dikenal memahami sejarah Islam,
terutama dalam konteks keislaman dalam bingkai keindonesian. Gus Muwafiq sangat
fasih berbicara tentang nasionalisme, pentingnya merawat tradisi, spirit
kebangsaan, dan mempertahankan NKRI. Islam ala Gus Muwafiq sering disebut
dengan istilah Islam santun yang rahmatal lil’alamin.
Pada bagian kedua dan ketiga buku
ini, penulis mendedah ragam pemikiran Gus Muwafiq dalam konteks keislaman,
keindonesiaan, kepemimpinan, dan tentu saja, Islam yang rahmatal lil’alamin.
Membaca isi buku ini lebih seperti menikmati mozaik alias keping-keping
pemikiran Gus Muwafiq yang dipungut dan dirangkum dari ceramah-ceramah sosok
kiai berbadan besar dan berambut gondrong itu.
Namun, dari mozaik pemikiran itu, pembaca
bisa membaca arah pemikiran Gus Muwafiq yang mengerucut pada dambaan untuk
membangun ekspresi berislam ala Indonesia yang tetap berpijak dan berakar pada
tradisi leluhur (tentu yang tidak bertentangan dengan Islam). Islam yang damai,
santun, menghargai pluralitas, penuh kerukunan dan persatuan, dalam bingkai
NKRI.
Karena itu, Gus Muwafiq tidak setuju
bila Indonesia disebut sebagai negeri kafir atau negeri thaghut. (halaman
53).Bagi Gus Muwafiq, Indonesia justru
negeri paling syar’i, (setidaknya) karena ada banyak konsep dan istilah
yang diambil dari bahasa Arab, seperti istilah rakyat, masyarakat, dan wilayah,
yang mengandung makna yang mendalam. (halaman 105).
Gus Muwafiq juga mengingatkan
perlunya menjaga NKRI dari berbagai ancaman seperti terorisme dan radikalisme.
Baginya, menjaga NKRI adalah wujud jihad. (halaman 76). Ia juga tidak
sependapat dengan pihak-pihak yang menuduh bahwa cinta Tanah Air adalah bid’ah
dan tidak sesuai syariat Islam. Menurutnya, kelompok-kelompok yang ingin
mewujudkan negara Islam tetapi merusak Tanah Air, meskipun mereka membawa
segepok dalil, sesungguhnya mereka tidak paham esensi Islam. (halaman 132-133).
Di atas berbagai keping-keping
pemikiran itu, Muhammad Ainur sebagai penulis buku ini memandang Gus Muwafiq
termasuk salah satu ulama muda NU yang begitu peduli pada pentingnya tali
persaudaraan agar dikuatkan.
“Kalau kita kaji kembali isi-isi ceramahnya, juga
gerakan-gerakan sosial-keagamaannya yang barangkali luput dari liputan media,
sangat tampak bahwa Gus Muwafiq menginginkan terciptanya kerukunan, terjalinnya
silaturahmi, dan kuatnya ikatan persaudaraan atas dasar cinta dan kasih
sayang,” tulis Ainur. (halaman 146).
Buku ini memang belum utuh memotret
profil Gus Muwafiq dan belum mendalam mengkaji pemikirannya. Namun sekelumit
profil dan mozaik pemikiran yang dihadirkan di buku ini, setidaknya bisa
menjadi instrumen bagi pembaca untuk mengenal sosok kiai muda NU yang tengah
menjadi (salah satu) lakon di panggung dakwah Islam Nusantara saat ini.
Data buku:
Judul buku: Gus Muwafiq: Menggenggam Dalil, Merawat Tradisi, Menjaga Kebangsaan Indonesia
Penulis: Muhammad Ainur
Penerbit: Laksana Jogjakarta
Cetakan: Pertama, 2019
Tebal: 248 halaman
ISBN: 978-602-407-583-5
*Badiatul
Muchlisin Asti, Ketua Yayasan Mutiara Ilma Nafia Grobogan. Tulisan ini dimuat di Suara Merdeka, edisi Minggu, 26 Januari 2020.